Selasa, 04 Januari 2022

ARTIKEL LGBT

 

ARTIKEL LGBT

 

Generasi Z adalah generasi yang lahir setelah generasi Y. Generasi ini lahir dalam rentang tahun 1996 sampai dengan tahun 2012.  Selain itu generasi Z juga masih muda dan tidak mengenal kehidupan tanpa teknologi.

Generasi ini dianggap memiliki kemampuan dalam menguasai teknologi sejak lahir karena mereka hidup di zaman teknologi. Tidak hanya dikenal sebagai generasi teknologi saja, generasi Z juga dikenal sebagai generasi digital dikarenakan lahir saat perkembangan internet sudah mewabah. Internet memiliki peran penting dalam perkembangan sosial budaya masyarakat karena perkembangan pesat internet sejalan dengan lahirnya media sosial yang menjadi dunia ke dua bagi generasi Z.

Media sosial adalah hal lumrah bagi masyarakat Indonesia terkhusus pada generasi Z yang menjadikannya rumah ke dua bagi mereka. Generasi Z memiliki minat yang tinggi terhadap kehidupan di dunia maya dan bahkan mereka tidak bisa hidup tanpa adanya media sosial. Hal ini dikarenakan kemudahan mereka untuk mengakses berbagai platform yang tersedia seperti contohnya; instagram, tiktok, whatsapp, twitter, telegram, line, dan lain sebagainya.

Dampak dari adanya kemudahan untuk mengakses sosial media tersebut menciptakan internet sebagai sumber referensi utama bagi masyarakat dalam mencari suatu informasi. Selain adanya dampak positif, terdapat juga dampak negatif akibat kemudahan dalam mengakses sosial media, dapat membuka situs situs dewasa dan adanya cyber clime.

Platform media sosial terbesar twitter memiliki banyak sekali dampak positif dan negatif  yang terdapat pada media sosial tersebut. Ibarat kertas putih, twitter dapat dilukis dengan tinta hitam dan tinta merah, yang artinya kita dapat menggunakannya untuk kebaikan dan keburukan. Twitter dapat dijadikan sebagai sarana komunitas untuk belajar online secara bersama, akan tetapi kita juga dapat menemukan komunitas-komunitas terlarang di media sosial twitter seperti LGBT.

Twitter merupakan ruang maya paling aman bagi mereka komunitas LGBT untuk dapat mengekspresikan diri mereka secara bebas. Twitter menjadi ruang aman bagi komunitas LGBT karena di sanalah mereka dapat menuliskan tweet secara bebas dan dapat menjadi diri mereka sendiri. Walaupun dapat mengguakan platform ini secara bebas, mereka lebih memilih untuk menyembunyikan identitas diri mereka atau yang seperti biasa kita kenal yaitu akun alternatif. Akun-akun alternatif bukanlah suatu feomena yang aneh di dunia maya. Karena tidak selalu pengikut komunitas LGBT yang memiliki akun alternatif, orang normal pada biasanya juga memiliki akun alternatif untuk mengutarakan pendapat tanpa ingin diketahui identitasnya.

Banyak dari mereka bagian dari LGBT yang memilih mengggunakan akun alternatif karena mereka sadar dan mengerti bahwa Indonesia belum ramah untuk komunitas seperti ini. Anggota komunitas LGBT yang terbuka di Indonesia pada umumnya akan mendapatkan banyak kekerasan dan diskriminasi dalam kehidupan mereka secara sosial. Diskriminasi dalam memperoleh pendidikan, kesempatan kerja, tempat tinggal, kesehatan, dan kesejahteraan. Seperti kasus yang baru saja terjadi dihukumnya LGBT dalam tubuh TNI.

Kelompok LGBT pada umumnya memiliki keinginan untuk dapat diperlakukan secara adil dan sama di berbagai bidang apapun agar mereka dapat menjalankan hak dan kewajiban mereka secara merdeka tanpa adanya batasan dari masyarakat umum agar dapat mengembangkan diri untuk berkarya dan berkontribusi dalam pembangunan.

 

 

 

Selain media sosial twitter, tiktok juga menjadi tempat yang cukup bebas bagi komunitas LGBT untuk mengungkapkan keresahan mereka melalui video konten yang mereka buat.

Berbeda dengan media sosial twitter yang mereka memilih untuk membuat tulisan dengan akun alternatif, pada media sosial tiktok para penggunanya terkhusus komunitas LGBT secara terang-terangan menunjukan identitas mereka dan menyatakan diri mereka sebagai bagian dari komunitas LGBT. Banyak dari mereka yang membuat konten secara terbuka karena memiliki tujuan khusus dibaliknya, seperti ingin mendapatkan perhatian lebih banyak dari pengguna sesama media sosial dan menaikkan jumlah pengikut dan fitur suka pada akun media sosial mereka, sehingga mereka tidak malu dan takut untuk terbuka karena ada kepuasan yang mereka dapatkan.

Pandangan masyarakat terhadap komunitas LGBT tergantung pada latar belakangnya baik dari sisi agama dan lingkungan sosial. Sebagian besar masyarakat tidak mendukung adanya komunitas LGBT dan bahkan menghujat perilaku dan orientasi seksual mereka. Akan tetapi ada juga yang memiliki pandangan netral terhadap komunitas ini yang memiliki alasan karena hak asasi. Menjadi bagian dari komunitas LGBT bukanlah hal yang mudah dan tentunya akan mendatangkan banyak masalah dan resiko apabila generasi Z terlibat dalam hubungan sejenis, kurangnya pengetahuan tentang resiko yang akan dihadapi akibat hubungan seks bebas membuat mereka mudah terpapar virus HIV dan menjadi korban pelecehan seksual dari pelaku yang lebih berpengalaman.

Banyak orang berpendapat bahwa LGBT disebabkan oleh faktor biologis dan genetik dari sosial akibat pengaruh dari lingkungan. Seseorang dapat memiliki kelainan seperti ini karena faktor keturunan atau kelainan yang ada pada genetiknya sejak dia lahir.

Dalam kalangan masyarakat, LGBT dianggap sebagai salah satu bagian dari penyakit gangguan mental. Akan tetapi perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa gangguan mental adalah ketika seseorang mendapatkan masalah pada diri sendiri ataupun mendapatkan masalah dari orang lain. Walaupun banyak penolakan komunitas LGBT di Indonesia, masih banyak LGBT yang mendapat penerimaan dari lingkungannya, jadi dapat disimpulkan bahwa LGBT bukanlah gangguan mental walaupun banyak yang mengatakan sebaliknya akan tetapi penelitian menunjukan bahwa orientasi ini normal dalam kehidupan manusia.

LGBT bukanlah penyakit yang harus disembuhkan, akan tetapi orientasi seksual ini bagi sebagian orang dianggap tabu, terkhusus bagi masyarakat yang ada di Indonesia. Banyaknya tekanan dan pemberian label pada orientasi seksual ini membuat sebagian anggota LGBT tidak mau mencari jalan keluar atas perasaan yang mereka rasakan. Hal tersebut yang memberikan dorongan bagi para aktivis untuk memperjuangkan hak asasi kaum LGBT.

LGBT dikatakan sebagai komunitas terlarang generasi Z karena pada dasarnya mereka yang tergabung dan menjadi bagian dari LGBT memilih untuk diam dan menyimpan dalam-dalam tentang orientasi seksual yang mereka miliki. Karena masyarakat pada umumnya merasa tidak nyaman dan bahkan tidak dapat hidup berdampingan dengan adanya keberadaan LGBT di sekitar lingkungan mereka. Mereka akan melakukan perilaku yang kurang baik dan bahkan hujatan maupun sindiran kepada anggota komunitas LGBT.

Penerimaan terhadap ekspektasi LGBT oleh masyarakat dapat kita lihat dalam bidang politik, masyarkat umum masih belum bisa mengakui hak politik LGBT. Dalam bidang ekonomi masyarakat berpendapat bahwa LGBT dapat bekerja dimanapun mereka berada sesuai dengan keahlian yang mereka miliki.

Dalam bidang keagamaan, tidak ada penolakan bagi kaum LGBT untuk dapat beribadah kepada Tuhan mereka, justru masyarakat lebih senang dan mendorong kaum LGBT untuk dapat mengikuti kegiatan keagamaan agar mereka lebih memahami ajaran agama mereka sehingga dapat membuat mereka sadar dan kembali ke jalan yang benar. Akan tetapi, dalam pusaran pro dan kontra mengenai LGBT, kita kembali pada keyakinan kita, tanpa menghakimi.

APA ITU LGBT ?

LGBT atau GLBT adalah akronim dari "lesbiangaybiseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksualbiseksual, atau transgender. Maka dari itu, sering kali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili (contoh. "LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak tahun 1996

Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga digunakan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.

Tidak semua kelompok yang disebutkan setuju dengan akronim ini. Beberapa orang dalam kelompok yang disebutkan merasa tidak berhubungan dengan kelompok lain dan tidak menyukai penyeragaman ini.]Beberapa orang menyatakan bahwa pergerakan transgender dan transeksual itu tidak sama dengan pergerakan kaum "LGB". Terdapat pula keyakinan "separatisme lesbian & gay", yang meyakini bahwa kelompok lesbian dan gay harus dipisah satu sama lain Selain itu, ada juga yang tidak menggunakan istilah ini karena mereka merasa bahwa: akronim ini terlalu politically correct; akronim LGBT merupakan sebuah upaya untuk mengategorikan berbagai kelompok dalam satu wilayah abu-abu; dan penggunaan akronim ini menandakan bahwa isu dan prioritas kelompok yang diwakili diberikan perhatian yang setara. Di sisi lain, kaum interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT untuk membentuk "LGBTI" (tercatat sejak tahun 1999Akronim "LGBTI" digunakan dalam The Activist's Guide of the Yogyakarta Principles in Action.

Sejarah

Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, "gender ketiga", telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak diterima secara luas.[15][16][17][18][19][20]

Istilah pertama yang banyak digunakan, "homoseksual", dikatakan mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh "homofil" pada era 1950-an dan 1960-an, dan lalu gay pada tahun 1970-an.Frasa "gay dan lesbian" menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk. Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas. Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay. Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.[2] Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender. Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka. Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini.

Akronim LGBT kadang-kadang digunakan di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988. Baru pada tahun 1990-an istilah ini banyak digunakan. Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender kadang-kadang dipinggirkan oleh komunitas LGBT), istilah ini dipandang positif. Walaupun singkatan LGBT tidak meliputi komunitas yang lebih kecil (lihat bagian Ragam di bawah), akronim ini secara umum dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan. Secara keseluruhan, penggunaan istilah LGBT telah membantu mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas umum.

Aktris transgender Candis Cayne pada tahun 2009 menyebut komunitas LGBT sebagai "minoritas besar terakhir", dan menambahkan bahwa "Kita masih bisa diganggu secara terbuka" dan "disebut di televisi."

Ragam

Ada banyak ragam yang mengganti susunan huruf dalam akronim ini. LGBT atau GLBT merupakan istilah yang paling banyak digunakan saat ini. Meskipun maknanya sama, "LGBT" punya konotasi yang lebih feminis dibanding "GLBT" karena menempatkan "L" terlebih dahulu. Akronim ini saat tidak meliputi kaum transgender disingkat menjadi "LGB".Huruf "Q" untuk "queer" atau "questioning" (mempertanyakan) kadang-kadang ditambahkan (contoh, "LGBTQ", "LGBTQQ", atau "GLBTQ?"). Huruf lain yang dapat ditambahkan adalah "U" untuk "unsure" (tidak pasti); "C" untuk "curious" (ingin tahu); "I" untuk interseks; "T" lain untuk "transeksual" atau "transvestit"; "T", "TS", atau "2" untuk "Two‐Spirit"; "A" atau "SA" untuk "straight allies" (orang heteroseksual yang mendukung pergerakan LGBT); atau "A" untuk "aseksual".[32][33][34][35][36] Ada pula yang menambahkan "P" untuk panseksualitas atau "polyamorous," dan "O" untuk "other" (lainnya). Susunan huruf-huruf tersebut tidak terstandardisasi; huruf-huruf kurang umum yang telah disebutkan dapat ditambahkan dalam susunan apapun. Istilah yang beragam tidak mewakili perbedaan politis antar komunitas, tetapi muncul dari prarasa individu dan kelompok. Istilah panseksualomniseksualfluid, dan queer dianggap masuk ke dalam "biseksual". Demikian pula, bagi beberapa orang istilah transeksual dan interseks masuk ke dalam "transgender", meskipun banyak transeksual dan interseks yang menolaknya.

"SGL" ("same gender loving", pecinta sesama jenis) kadang-kadang digunakan orang Afrika-Amerika untuk memisahkan diri dari komunitas LGBT yang menurut mereka didominasi orang kulit putih. "MSM" ("men who have sex with men", laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki) secara sinis dipakai untuk mendeskripsikan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tanpa merujuk pada orientasi seksual mereka.

Frasa "MSGI" ("minority sexual and gender identities", identitas seksual dan gender minoritas) yang diperkenalkan pada tahun 2000-an digunakan untuk merangkum semua huruf dan akronim, namun masih belum banyak digunakan. Majalah Anything That Moves menciptakan akronim FABGLITTER (Fetish seperti komunitas gaya hidup BDSMAllies atau poly-Amorous, Biseksual, Gay, Lesbian, Interseks, Transgender, Transsexual Engendering Revolution (Revolusi Kelahiran Transeksual) atau inter-Racial attraction (ketertarikan antar ras)), tetapi istilah ini juga tidak banyak digunakan.

Akronim lain yang mulai menyebar pengunaannya adalah QUILTBAG (Queer/Questioning, Undecided (belum ditentukan), Interseks, Lesbian, Trans, Biseksual, Aseksual, Gay). Akan tetapi, istilah ini juga belum umum.

Kritik

Tidak semua orang yang disebutkan setuju dengan istilah LGBT atau GLBT. Contohnya, ada yang berpendapat bahwa pergerakan transgender dan transeksual tidak sama dengan lesbian, gay, dan biseksual (LGB). Argumen ini bertumpu pada gagasan bahwa transgender dan transeksualitas berkaitan dengan identitas gender yang terlepas dari orientasi seksual. Isu LGB dipandang sebagai masalah orientasi atau rangsangan seksual. Pemisahan ini dilakukan dalam tindakan politik: tujuan LGB dianggap berbeda dari transgender dan transeksual, seperti pengesahan pernikahan sesama jenis dan perjuangan hak asasi yang tidak menyangkut kaum transgender dan interseks Beberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam kelompok LGBT dan lebih menyukai istilah "LGBTI", sementara yang lainnya meyakini bahwa mereka bukan bagian dari komunitas LGBT dan lebih memilih tidak diliputi dalam istilah tersebut.

Ada pula keyakinan "separatisme lesbian dan gay" (tidak sama dengan "separatisme lesbian"), yang meyakini bahwa lesbian dan gay sebaiknya membentuk komunitas yang terpisah dari kelompok-kelompok lain dalam lingkup LGBTQ. Meskipun jumlahnya tidak cukup besar untuk disebut pergerakan, kaum separatis berperan penting, vokal, dan aktif dalam komunitas LGBT. Dalam beberapa kasus separatis menolak keberadaan atau hak kesetaraan orientasi non-monoseksual dan transeksualitas. Hal ini dapat meluas menjadi bifobia dan transfobia. Separatis punya lawan yang kuat - Peter Tatchell dari kelompok hak LGBT OutRage! berpendapat bahwa memisahkan transgender dari LGB merupakan "kegilaan politik".[

Banyak orang mencoba mengganti singkatan LGBT dengan istilah umumKata seperti "queer" dan "pelangi" telah dicoba tetapi tidak banyak digunakan. "Queer" mengandung konotasi negatif bagi orang tua yang mengingat pengunaannya sebagai hinaan dan ejekan dan penggunaan (negatif) semacam itu masih terus berlanjut. Banyak pula orang muda yang memahami queer sebagai istilah yang lebih politis dibanding "LGBT". "Pelangi" punya konotasi yang berkaitan dengan hippies, pergerakan Zaman Baru, dan organisasi seperti Rainbow/PUSH Coalition di Amerika Serikat.

Penggambaran "komunitas LGBT" atau "komunitas LGB" juga tidak disukai beberapa lesbian, gay, biseksual, transgender, dan juga ontolog. Beberapa tidak setuju dengan solidaritas politis dan sosial, serta kampanye hak asasi manusia dan visibilitas yang biasanya mengiringinya, termasuk gay pride. Beberapa dari mereka meyakini bahwa mengelompokkan orang dengan orientasi non-heteroseksual menimbulkan mitos bahwa menjadi gay/lesbian/bi menjadikan seseorang berbeda dari yang lain. Orang-orang semacam ini tidak banyak terlihat jika dibandingkan dengan aktivis gay atau LGBT lain. Faksi ini sulit dipisahkan dari orang-orang heteroseksual, sehingga umum bagi orang untuk menduga bahwa semua LGBT mendukung kebebasan dan visibilitas LGBT dalam masyarakat, termasuk hak seseorang untuk hidup berbeda dari yang lain. Dalam buku "Anti-Gay", koleksi esai tahun 1996 yang disunting oleh Mark Simpson, konsep identitas "satu ukuran cocok untuk semua" yang didasarkan pada stereotip LGBT dikritik karena menekan kepribadian kaum LGBT.

 

 

Tidak ada komentar:

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) PROGRAM KEAHLIAN FARMASI KLINIS DAN KOMUNITAS

  LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) PROGRAM KEAHLIAN FARMASI KLINIS DAN KOMUNITAS SMK  APOTEK QIRANI FARMA (Waktu Pelaksanaan: ...