Tampilkan postingan dengan label Candi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Candi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Januari 2011

Candi di Sumatra

1.Candi Tingkip
Candi Tingkip terletak di sebuah tempat yang disebut Simpang Subur, Desa Sungaijauh, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musirawas, Provinsi Sumatera Selatan. Candi Tingkip berada pada suatu dataran yang lebih dari separuhnya dikelilingi oleh Sungai Tingkip dan anak sungainya. Candi tersebut terletak 100 meter di sebelah selatan Sungai Tingkip atau di sebelah kiri sungai tersebut jika dipandang dari arah hilir. Sementara itu, keletakannya dari anak Sungai Tingkip adalah di sebelah barat dengan jarak terdekat sekitar 210 meter.

Pemilihan tempat Candi Tingkip tampaknya dipengaruhi oleh variabel sumber daya alam, khususnya sumber air, yaitu Sungai Tingkip dan anak sungainya serta mata air. Namun, tampak bahwa tidak sembarang tempat di tepi Sungai Tingkip dipilih sebagai tempat candi. Candi Tingkip cenderung dekat dengan bagian Sungai Tingkip yang bentuknya menyerupai bendungan dan bertebing landai. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa bagian Sungai Tingkip tersebut merupakan tempat yang mudah untuk mencari air untuk upacara keagamaan.

Candi Tingkip adalah replika Gunung Meru. Sementara itu, konfigurasi sungai-sungai di sekitar Candi Tingkip yang hampir mengelilingi candi tersebut mungkin dianggap sebagai replika samudera yang mengelilingi Gunung Meru. Hal itu merupakan suatu upaya mewujudkan kesejajaran antara mikrokosmos dengan makrokosmos. Candi Tingkip merupakan suatu bangunan masif, tanpa bilik, atau terbuka, sama seperti candi-candi budistis lainnya. Candi Tingkip berdenah bujursangkar. Bujursangkar atau persegi empat adalah suatu bidang yang dibatasi empat sisi-sisi sama panjang. Denah bangunan Candi Tingkip tidak berpenampil. Candi Tingkip merupakan suatu bangunan tunggal. Candi Tingkip menghadap ke arah timur. Candi Tingkip mempunyai tangga masuk yang terdapat pada satu sisi bangunan saja. Pada bangunan Candi Tingkip terdapat profil kumbha yang dibentuk dari dua lapis bata serta dibawahnya profil padma yang dibentuk dari tiga lapis bata. Kombinasi kedua profil tersebut terdapat juga di candi-candi budistis.Candi Tingkip sekarang mungkin dibangun bersamaan waktunya dengan pembuatan arca Budha yang ditempatkan pada candi tersebut yaitu sekitar akhir abad ke-9 M, hingga abad ke-10 M.


2.Candi Bumi Ayu
Candi ini merupakan satu-satunya Kompleks Percandian di Sumatera Selatan, sampai sekarang tidak kurang 9 buah Candi yang telah ditemukan dan 4 diantaranya telah dipugar, Usaha pelestarian ini telah dimulai pada tahun 1990 sampai sekarang, dengan didukung oleh dana APBN.
Walaupun demikian peran serta Pemerintah Kabupaten Muara Enim cukup besar, antara lain Pembangunan Jalan, Pembebasan Tanah dan Pembangunan Gedung Museum Lapangan. Percandian Bumiayu meliputi lahan seluas 75,56 Ha, dengan batas terluar berupa 7 (tujuh) buah sungai parit yang sebagian sudah mengalami pendangkalan.

Objek Wisata Candi Bumi Ayu terletak di Desa Bumiayu Kecamatan Tanah Abang jarak antara Kota Muara Enim sekitar 85 Km ditempuh dengan kendaraan darat.

Candi Bumi Ayu pada saat ini masih dalam proses pengkajian dan pemugaran, sehingga belum banyak informasi yang dapat diketahui, sedangkan informasi tertulis dari Candi tersebut masih dalam proses dipahami oleh Tim Pengkajian Peninggalan Purbakala Propinsi Sumatera Selatan.


3.Candi Lesung Batu
Candi Lesung Batu adalah situs arkeologi yang terletak di kecamatan Rawas Ulu, Musi Rawas, Jambi.Situs ini merupakan sebuah tinggalan budaya dari masa klasik yaitu Hindhu-Budha di Indonesia. Candi tersebut terletak di perkebunan karet milik masyarakat yang saat ini masih produktif. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Puslitarkenas, Balai Arkeologi Palembang serta Suaka Peninggalan Purbakala Jambi mengindikasikan bahwa candi dimaksud mempunyai latar belakang agama Hindhu. Kondisi Candi Lesung Batu saat ini masih berupa gundukan tanah yang dibagian permukaannya terdapat sebaran bata kuno. Artefak yang pernah ditemukan di candi ini antara lain berupa Yoni, pecahan keramik asing, struktur bata yang saat ini kondisinya sudah sangat rapuh. Perelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa di sekitar candi tersebut juga ditemukan struktur bata yang kemungkinan merupakan pagar pembatas. Guna pelestariannya, saat sekarang candi dimaksud telah diberi seorang juru pelihara yang mempunyai tugas pelestarian dan pengamannnya.


4.Candi Bahal I
Lokasi Candi Bahal I mudah ditemukan karena bangunan candi langsung terlihat dari jalan yang dapat dilalui kendaraan beroda empat. Selain itu, di jalan masuk ke areal candi Bahal I telah dibangun gapura dan sebuah pos penjagaan yang terletak tidak jauh dari gapura.
Candi Bahal 1 dibangun di pelataran seluas sekitar 3000 m2 yang dikelilingi pagar dari susunan batu merah setinggi 60 cm. Dinding pagar tersebut cukup tebal, yaitu sekitar 1 m, sehingga orang dapat berjalan dengan leluasa mengitari candi. Pada pertengahan sisi timur, dinding halaman melebar, membentuk lantai yang menjorok sekitar 7 m ke arah luar halaman candi. Dinding setinggi sekitar 70 cm mengapit sisi kanan dan kiri lantai tersebut sampai ke batas tangga yang terdapat di ujung sisi kiri dan kanan gerbang.


5.Candi Muara Takus
Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Jaraknya dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau, sekitar 128 Km. Perjalanan menuju Desa Muara Takus hanya dapat dilakukan melalui jalan darat yaitu dari Pekanbaru ke arah Bukittinggi sampai di Muara Mahat. Dari Muara Mahat melalui jalan kecil menuju ke Desa Muara Takus. Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi bernuansa Buddhistis ini merupakan bukti bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.
Ada dua pendapat mengenai nama Muara Takus. Yang pertama mengatakan bahwa nam tersebut diambil dari nama sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan. Pendapat lain mengatakan bahwa Muara Takus terdiri dari dua kata, yaitu “Muara” dan “Takus”. Kata “Muara” mempunyai pengertian yang sudah jelas, yaitu suatu tempat sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan kata “Takus” berasal dari bahasa Cina, Ta berarti besarr, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Jadi arti keseluruhan kata Muara Takus adalah candi tua yang besar, yang terletak di muara sungai.


6.Candi portibi

Kerajaan Portibi di tanah Batak merupakan kerajaan kuno yang sangat unik. Portibi dalam bahasa Batak artinya dunia atau bumi. Jadi bila kita artikan Kerajaan Portibi secara leterleks maka berarti kerajaan dunia.
Portibi adalah nama sebuah daerah yang menjadi nama sebuah kecamatan di Daerah Tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan. Berada di jantung wilayah Padang Lawas. Dulunya merupakan bagian dari wilayah Padang Bolak.

Sebegitu hebatkah kerajaan ini dahulu sehingga disebut sebagai kerajaan dunia. Atau apakah kerajaan ini dulunya merupakan pusat dunia, misalnya dalam bidang tertentu seperti Tibet, yang menjadi pusat meditasi Buddha yang terletak di pegunungan Himalaya tersebut.
Namun, satu-satunya kontak, atau paling tidak daerah jajahan atawa vassal kerajaan yang pernah dibuat orang Hindu secara langsung adalah di sekitar kerajaan Portibi ini. Kerajaan Hindu tersebut diduga didirikan oleh Raja Rajendra Cola yang menjadi raja Tamil, yang Hindu Siwa, di India Selatan yang menjajah Sri Langka.


7.Candi Tandihat I

Prasasti merupakan bukti tertulis dari masa lampau yang berperan penting dalam penyusunan sejarah Indonesia kuna. Pembuatan prasasti berkaitan langsung dengan peristiwa tertentu. Selain itu terdapat beberapa hal yang tersurat maupun tersirat di dalam isi prasasti, antara lain agama, prosesi keagamaan, penetapan sīma, perdagangan, struktur birokrasi, kehidupan sosial politik, hukum, dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan bahwa mayoritas informasi pada masa Hindu-Buddha didapat berdasarkan proses penyadapan yang dilakukan atas apa yang tertulis pada prasasti, sesuai dengan hakekat data tekstual. Hal ini dapat dipahami melalui telaah yang mendalam tentang isi prasasti.
Di lain pihak, media tempat prasasti tersebut dituliskan, juga tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Media yang dipakai suatu prasasti dapat pula menentukan makna yang terkandung dalam isi prasasti itu sendiri. Beberapa media yang sering digunakan dalam penulisan sebuah prasasti di antaranya berbahan batu yang biasa disebut prasasti batu (upala prasasti), berbahan tembaga atau disebut prasasti tembaga (tamra prasasti), berbahan lontar atau prasasti lontar (ripta prasasti), dan berbahan emas atau prasasti emas (mas prasasti). Apabila dilihat melalui bentuknya, media yang digunakan dalam penulisan prasasti bermacam-macam, antara lain berbentuk persegi, lempengan, batu alam utuh, arca, stupika serta lembaran. Secara eksternal, faktor keletakan juga turut menentukan makna prasasti. Dengan demikian, antara konteks keletakan, isi, dan media yang digunakan dalam penulisan prasasti saling berhubungan dan tidak dapat dipisah-pisahkan dalam suatu analisis prasasti.


8.Candi Tandihat II
Prasasti Tandihat II ditemukan satu konteks dengan Biaro Tandihat II, tetapi patut disayangkan bahwa arca singa tersebut ditemukan tidak in situ lagi. Biaro Tandihat II yang terletak di Situs Padang Lawas ini berupa runtuhan bangunan yang tertimbun tanah. Survei pada tahun 1994 di daerah aliran sungai Barumun dan Pane serta ekskavasi di situs Tandihat II, berhasil menampakkan bentuk dan ukuran denah bangunan. Bangunan Biaro Tandihat II ini menghadap ke arah timur dengan tangga naik dihias dengan sepasang makara. Sebuah arca singa yang dibuat dari batu pasir ditemukan juga di antara runtuhan bangunan tersebut (Tim penelitian Arkeologi,1995:47–48).


9.Candi Sisangkilon
Sumatera Utara banyak memiliki situs peninggalan
sejarah yang sangat perlu dan penting untuk
kepentingan kita semua.
Salah satu situs peninggalan
Hindu-Buddha berupa candi terdapat di
Sumatera Utara bagian Selatan,
tepatnya di Kabupaten Padang Lawas.
Disana terdapat sebuah Situs Percandian
yang dinamakan Situs Padang Lawas.
Situs ini merupakan salah satu situs penting dari masa pengaruh
Hindu-Buddha (Klasik) di Indonesia yang berada di Pulau Sumatera.
Areal situs ini secara administratif terletak di wilayah tiga kecamatan,
yakni Kecamatan Batang Pane, Kecamatan Lubuk Barumun,
dan Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Kepurbakalaan yang terdapat pada situs ini tersebar di sepanjang aliran
Sungai Batang Pane, Sirumambe, dan Sungai Barumun,
terdiri dari setidaknya enambelas kompleks percandian atau dalam bahasa
setempat lebih dikenal sebagai biaro atau biara yang merupakan adopsi
dari kata dalam Bahasa Sansekerta, vihara yang berarti tempat
belajar mengajar dan ibadah khususnya bagi penganut agama Buddha (Ing. monastery).
Nama lain yang dikenal oleh masyarakat adalahPortibi, yang dalam bahasa
setempat berarti dunia.Nama-nama biaro itu antara lain adalah:
Sipamutung, Bara, Bahal (I,II, dan III), Sijoreng, Pulo, Sangkilon, Sitopayan, dan Sisoldop.
Berdasarkan sejumlah temuan yang didapatkan di situs ini, secara relatif biaro-biaro
di Padang Lawas (Portibi) diperkirakan sudah eksis sejak abad ke-11 M.
Data yang dijadikan acuan terutama adalah tulisan-tulisan kuno pada
prasasti-prasasti yang ditemukan di situs ini.


10.Candi Bahal III
Candi Bahal II terletak sekitar 100 m dari jalan, namun Untuk mencapai lokasi Candi Bahal III orang harus melalui jalan setapak, pematang sawah dan perumahan penduduk. Terdapat banyak kemiripan antara Candi Bahal III dan kedua candi Bahal lainnya. Pelataran candi yang luasnya relatif sama juga dikelilingi pagar batu bata dengan ketebalan dan ketinggian yang sama. Gerbang untuk masuk ke halaman juga terletak di sisi timur. Sama halnya dengan bangunan utama Candi Bahal III yang terletak di tengah pelataran. Gerbang Candi Bahal III lebih mirip dengan gerbang Candi Bahal I, karena tangga naik ke gerbang terletak di sisi utara dan selatan. Tangga di gerbang Candi Bahal II terletak di timur.
Di antara bangunan utama dan pintu gerbang juga terdapat fondasi atau panggung berbentuk dasar bujur sangkar berukuran sekitar 5 m2. Tangga naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di utara dan selatan.
Ukuran dan bentuk bangunan utama Candi Bahal III sangat mirip dengan bangunan utama Candi Bahal II. Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi juga terletak di timur.
Tidak terdapat pahatan pada bingkai pintu, namun sepanjang dinding tatakan dihiasi pahatan dengan motif yang mirip bunga. Tidak terdapat pahatan pada keempat sisi dinding tubuh candi. Tidak terdapat pahatan pada keempat sisi dinding tubuh candi.
Atap Candi Bahal II berbentuk limas dengan puncak persegi empat. Mirip dengan atap Candi Bahal II, namun tidak terdapat deretan lobang pada atap candi ini.

Jumat, 28 Januari 2011

Candi Muara Takus


Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan

Ciri-cirinya:

Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.

Candi Banyunibo




Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.

CANDI NGAWEN


Ciri-Ciri nya :

Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.

Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.

Candi Mendut



Ciri-Ciri nya :

Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.

Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.

Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.

Candi Borobudur


Ciri-Ciri nya :

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) PROGRAM KEAHLIAN FARMASI KLINIS DAN KOMUNITAS

  LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) PROGRAM KEAHLIAN FARMASI KLINIS DAN KOMUNITAS SMK  APOTEK QIRANI FARMA (Waktu Pelaksanaan: ...