
SRAGEN- Batik Sragen memiliki kecenderungan untuk lepas dari pakem motif batik Kraton Yogyakarta dan Surakarta. Padahal secara geografis dan budaya, Sragen tak jauh dari kedua kraton tersebut. Batik Sragen memiliki guratan motif dinamis, yang membuktikan sifat kukuh memegang otonominya sendiri.
Sudut pandang ini berasal dari kacamata seorang pakar batik asal Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Sudharmono, yang menjadi Ketua Dewan Juri Lomba Desain Batik Khas Sragen. Kegiatan yang digelar atas kerjasama Pemkab Sragen dan Forum for Economic Development and Promotion (FEDEP), dilaksanakan di Pendopo Somanegaran, Sabtu (11/10). Lima orang juri yang sangat berkompeten di bidang batik mengerahkan segenap pengetahuan mereka, untuk mencari motif terbaik yang layak dinobatkan sebagai Batik Khas Sragen.
Sudharmono menilai, dari segi pewarnaan, Sragen lebih memilih warna-warna natural ketimbang warna-warna terang atau menyolok. Hanya formulasi warna yang khas tampaknya belum terungkap saat ini. Seperti ciri khas Batik Yogyakarta yang hanya terdiri atas dua warna coklat dan putih, atau Batik Pekalongan yang cerah dengan warna-warna cerianya.
Dari penilaian karya para finalis, Sudharmono mencatat perlunya keseimbangan dalam setiap aspek penilaian yang meliputi pakem, motif, warna, kreatifitas, dan estetika. “Ada peserta yang bagus dalam filosofinya, tetapi jika kain itu diaplikasikan sebagai baju hanya bagus dipakai kaum hawa,” katanya. Hal ini akan mengurangi penilaian dewan juri, karena fungsi penggunaan batik juga menjadi salah satu pertimbangan untuk memberi angka.
Sementara itu, Bupati Sragen H Untung Wiyono menilai, orisinalitas dan kreatifitas para finalis patut dihargai. Apalagi beberapa finalis ternyata masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Regenerasi kecintaan pada batik inilah yang kelak dapat meneruskan tongkat estafet budaya adiluhung ini agar tetap lestari. Bupati mengatakan, batik telah menjadi nafas Sragen dan mencatat berbagai kemajuan di berbagai sisi. Salah satunya, kini tengah dikembangkan sistem pewarnaan asli yang berasal dari alam. Merah cerah buah naga sangat cantik ketika diaplikasikan di atas kain. Warna coklat dari tetesan getah pisang juga dapat menorehkan estetika tinggi. Alam Bumi Sukowati menyediakan berbagai warna indah sebagai inspirasi motif-motif batik.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, lomba yang diikuti oleh 67 peserta itu menyisakan 20 finalis, yang masing-masing menyajikan karyanya di atas selembar kain. Menariknya, hal yang terlintas dalam benak sebagian peserta ketika menuangkan sketsa batik khas Sragen adalah gambar semangka. Buah ini memang telah dikenal luas sebagai komoditi khas kabupaten Sragen. Semua finalis tampak mengejawantahkan alam di atas sketsa batiknya, seperti flora dan fauna yang banyak terdapat di Bumi Sukowati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar